Senin, 01 Juni 2009

Adopsi

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, bahkan anak dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan kekayaan harta benda lainnya. Karenanya, anak sebagai amanah Tuhan harus senantiasa dijaga dan dilindungi karena dalam diri anak melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hak-hak Anak. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia telah mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara untuk memberikan perlindungan terhadap anak.
Anak adalah pewaris sekaligus penerus garis keturunan keluarga. Oleh karena itu, apabila dalam suatu perkawinan belum atau tidak dikarunia anak, maka diadakan pengangkatan anak atau adopsi. Pengertian tentang adopsi dapat dilihat secara etimologi dan terminologi. Secara etimologi, adopsi berasal dari kata adoptie (bahasa Belanda) atau adopt (adoption) bahasa Inggris yang berarti pengangkatan anak atau mengangkat anak. Dalam bahasa Arab disebut tabanni yang menurut Muhammad Yunus diartikan sebagai mengambil anak angkat.1
Pengertian secara terminologi, memberikan definisi pengangkatan anak adalah suatu tindakan mengambil anak orang lain untuk dipelihara dan diperlakukan sebagai anak keturunannya sendiri, berdasarkan ketentuan-ketentuan yang disepakati bersama dan sah menurut hukum yang berlaku di masyarakat yang bersangkutan.2 Disamping itu pengertian anak angkat adalah seorang yang bukan keturunan suami istri, namun ia diambil, dipelihara, dan diperlakukan seperti halnya anak keturunan sendiri.3
Pengangkatan anak dilakukan dengan beberapa alasan, antara lain:
1.Adanya beberapa kepercayaan yang masih kuat di beberapa daerah, yang menyatakan bahwa dengan jalan mengangkat anak nantinya akan mendapat keturunan atau dengan perkataan lain mengangkat anak hanya sebagai pancingan untuk mendapat keturunan sendiri.
2.Dalam suatu perkawinan dimana pasangan suami istri itu tidak mendapat keturunan sehingga mereka khawatir akan punahnya garis keturunan mereka, oleh karena itu mereka mengangkat anak.
3.Alasan ekonomis, dimana keluarga sianak sudah tidak sanggup lagi memelihara dan mendidiknya, karena itu diberi kesempatan pada keluarga lain untuk mendidiknya dan memelihara anak itu dengan jalan mengadopsinya.
4.Karena alasan peperangan, dimana banyak anak-anak yang terlantar karena kehilangan orangtuanya.4
Tujuan Adopsi adalah:5
a.Tujuan Umum
Tujuan umum adopsi adalah untuk mewujudkan kesejahteraan anak dalam arti luas yaitu berusaha untuk membantu anak agar ia dapat tumbuh dan berkembang menuju kearah kehidupan yang harmonis yaitu kehidupan yang mengandung keamanan, ketentraman bagi anak baik jasmaniah maupun rohaniah.
b.Tujuan Khusus
Tujuan khusus adalah untuk membantu anak-anak terutama mereka yang terlantar, berada dalam kehidupan tidak mampu, agar memperoleh tempat kehidupan yang layak dalam lingkungan keluarga tertentu, sehingga ia dapat menikmati keuntungan dari kehidupan keluarga yang dapat memberikannya kasih sayang, asuhan, perlindungan, dan kesempatan essensial untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosialnya.

Terkait dengan tujuan mengangkat anak membawa akibat hukum bagi pengangkatan anak yang diuraikan dalam S.1927 No.129, yakni:
1.Anak angkat secara hukum memperoleh nama dari bapak angkat (pasal 11).
2.Anak angkat dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat (pasal 12 ayat 1).
3.Anak angkat menjadi ahli waris orang tua angkat.
4.Karena pengangkatan anak, terputus segala hubungan perdata yang berpangkal pada keturunan karena kelahiran (antara anak dengan orang tua kandung).6

Pengangkatan anak menyebabkan anak tersebut mendapat nama keluarga dari orangtua angkatnya sekaligus menjadi pewaris dan penerus keluarga, tetapi tidak memutuskan hubungan dengan orangtua kandungnya.
Dari uraian tersebut diatas, penulis akan memaparkan makalah dengan judul Kedudukan Anak Angkat Dalam Sistem Hukum Positif Indonesia.

B. Pokok Permasalahan
Pokok permasalahan dalam makalah ini adalah:
1.Bagaimanakah pengaturan mengenai lembaga pengangkatan anak dalam sistem hukum Indonesia?
2.Bagaimanakah kedudukan anak angkat menurut Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007?



BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengaturan Mengenai Lembaga Pengangkatan Anak Dalam Sistem Hukum Indonesia
1. Hukum Adat
Sistem hukum Indonesia bersumber pada hukum adat. Dalam hukum adat dikenal adanya pengangkatan anak, seperti di Bali; pengangkatan anak dikenal dengan nama angkat sentana yang dilakukan melalui upacara pemerasan. Ambil anak, kukut anak, anak angkat adalah suatu perbutan hukum dalam konteks hukum adat kekeluargaan (keturunan). Apabila seorang anak telah dikukut, dipupon, diangkat sebagai anak angkat, maka ia akan didudukkan dan diterima dalam suatu posisi yang dipersamakan baik biologis maupun sosial yang sebelumnya tidak melekan pada anak tersebut.
Prinsip hukum adat dalam suatu perbuatan hukum adalah terang dan tunai. Terang ialah suatu prinsip legalitas, yang berarti perbuatan hukum itu dilakukan di hadapan dan diumumkan didepan orang banyak, dengan resmi secara formal, dan telah dianggap semua orang mengetahuinya. Sedangkan kata tunai, berarti perbuatan itu akan selesai seketika pada saat itu juga, tidak mungkin ditarik kembali.7
Dilihat dari aspek hukum, pengangkatan anak menurut adat tersebut, memiliki segi persamaan dengan hukum adopsi yang dikenal dalam hukum barat, yaitu masuknya anak angkat kedalam keluarga orangtua yang mengangkatnya, dan terputusnya hubungan keluarga dengan keluarga atau orangtua kandung anak angkat. Perbedaannya didalam hukum dat diisyaratkannya suatu imbalan sebagai pengganti kepada orangtua kandung anak angkat -- biasanya berupa benda-benda yang dikeramatkan atau dipandang memiliki kekuatan megis.8
Dilihat dari segi motivasi pengangkatan anak, dalam hukum adat lebih ditekankan pada kekhawatiran (calon orangtua angkat) akan kepunahan, maka calon orangtua angkat (keluarga yang tidak mempunyai anak) mengambil anak dari lingkungan kekuasaan kekerabatannya yang dilakukan secara kekerabatan, maka anak yang diangkat itu kemudian menduduki seluruh kedudukan anak kandung ibu dan bapak yang mengangkatnya dan ia terlepas dari golongan sanak saudaranya semula.



2. Hukum Islam
Hukum Islam tidak mengenal lembaga adopsi, karena menurut pendapat orang Islam keturunan itu tidak bisa diganti. Agama Islam menganjurkan agar manusia saling tolong menolong diantara sesamanya. Salah satu cara untuk menolong sesama adalah dengan memelihara anak-anak atau bayi-bayi terlantar yang orangtuanya tidak mampu. Adpsi yang dilakukan berdasarkan Hukum Islam, tidak menjadikan anak yang diangkat mempunyai hubungan dengan orangtua angkat seperti hubungan yang terdapat dalam hubungan darah.
Allah mengharamkan adopsi yang bertujuan untuk meneruskan keturunan dan menjadikan anak angkat itu seperti anak kandung. Sebab-sebab yang mengharamkannya adalah:
1.Mencampurbaurkan peraturan Allah dalam menyusun masyarakat dan keluarga, sehingga tidak jelas tanggung jawab manusia atas setiap hak dan kewajibannya. Maksudnya, jika anak angkat dianggap sebagai anak kandung berarti hubungan antara anak angkat dengan orangtua kandungnya menjadi putus. Dalam agama Islam, meutuskan tali kekeluargaan atau silaturrahmi haram hukumnya, apalagi melenyapkannya, karena, hubungan darah itu adalah dari Allah semata yang telah diatur oleh-Nya sedemikian rupa. Selain itu, anak merupakan amanat yang diserahkan oleh Allah kepada kedua ibu bapaknya, sehingga anak itu menjadi tanggung jawab orangtuanya.
2.Merampas hak milik orang lain, sedangkan Allah telah membagi-bagi rezeki setiap orang.
3.Melanggar peraturan Allah SWT tentang kekeluargaan dimana setiap keluarga itu mempunyai kehormatan sendiri dan bergaul sesama mereka dengan sistem hidup yang telah ditentukan oleh Allah. Maka mencampurbaurkan orang asing (bukan mahram) dengan keluarga kita, merupakan suatu perbuatan melanggar kesopanan Islam dan kehormatan keluarga, sedangkan keluarga itu adalah satu rahasia yang perlu dijaga, diawasi dan dapat dilindungi kecemaran dan cacat.
4.Mengambil hak anak-anak kandung baik dalam kasih sayang maupun dalam pemberian harta pusaka. Ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah adalah manusia bertanggung jawab terhadap keluarganya, dan harta benda dibagikan terutama sekali untuk anak-anak kandung.
5.Tidak membedakan yang halal dan yang haram.
6.Perkawinan adalah dasar untuk mendapatkan anak yang sah.9
Berdasarkan hal tersebut diatas, dapat diketahui bahwa yang bertentangan dengan ajaran Islam adalah adopsi dengan memberi status yang sama dengan anak kandung sendiri. Jadi dalam hal ini adopsi lebih ditekankan pada perlakuan terhadap seorang anak dalam hal kecintaan, pemberian nafkah, pendidikan dan pelayanan segala kebutuhannya.

3. Hukum Perdata Barat
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) tidak ditemukan suatu ketentuan yang mengatur masalah adopsi atau anak angkat. BW hanya mengatur tentang pengkuan anak diluar kawin, yaitu seperti yang diatur dalam Buku I Bab 12 bagian ketiga BW, tepatnya pada Pasal 280 sampai 289 yang substansinya mengatur tentang pengakuan terhadap anak-anak diluar kawin.
Lembaga pengakuan anak diluar kawin, tidak sama dengan lembaga pengangkatan anak. Dilihat dari segi orang yang berkepentingan, pengakuan anak diluar kawin hanya dapat dilakukan oleh orang laki-laki saja khususnya ayah biologis dari anak yang akan diakui. Sedangkan dalam lembaga pengangkatan anak tidak terbatas pada ayah biologisnya, tetapi orang perempuan atau lelaki lain yang sama sekali tidak ada hubungan biologis dengan anak itu dapat melakukan permohonan pengangkatan anak sepanjang memenuhi persyaratan hukum.
Mengingat kebutuhan masyarakat tentang pengangkatan anak menunjukkan angka yang meningkat, naka Pemerintah Kolonial Hindia Belanda mengeluarkan Staatsblad yang isinya mengatur secara khusus tentang lembaga pengangkatan anak tersebut guna melengkapi Hukum Perdata Barat (BW).


B.Kedudukan Anak Angkat Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak
Pasal 1 angka 1 PP Nomor 54 Tahun 2007 menyebutkan bahwa anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orangtua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orangtua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan.
Pengangkatan anak bertujuan untuk kepentingan terbaik bagi anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak dan perlindungan anak, yang dilaksanakan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orangtua kandungnya. Orangtua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal-usulnya dan orangtua kandungnya. Pemberitahuan asal-usul dan orangtua kandung tersebut dengan memperhatikan kesiapan anak. Ketentuan ini juga diatur di dalam Pasal 40 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Pengangkatan anak dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan adat kebiasaan artinya pengangkatan anak dilakukan dalam satu komunitas yang nyata-nyata masih melakukan adat dan kebiasaan dalam kehidupan bermasyarakat. Pengangkatan anak berdasarkan peratura perundang-undangan mencakup pengangkatan anak secara langsung dan pengangkatan anak melalui lembaga pengasuhan anak. Pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan dilakukan melalui penetapan pengadilan.
Berdasarkan Pasal 12 PP No. 54 Tahun 2007, syarat-syarat pengangkatan anak meliputi:
(1) Syarat anak yang akan diangkat, meliputi:
a. belum berusia 18 (delapan belas) tahun;
b. merupakan anak terlantar atau ditelantarkan;
c. berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak; dan
d. memerlukan perlindungan khusus.
(2) Usia anak angkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. anak belum berusia 6 (enam) tahun, merupakan prioritas utama;
b. anak berusia 6 (enam) tahun sampai dengan belum berusia 12 (dua belas) tahun,sepanjang ada alasan mendesak; dan
c. anak berusia 12 (dua belas) tahun sampai dengan belum berusia 18 (delapanbelas) tahun, sepanjang anak memerlukan perlindungan khusus.
Calon orang tua angkat harus memenuhi syarat-syarat:
a. sehat jasmani dan rohani;
b. berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun;
c. beragama sama dengan agama calon anak angkat;
d. berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan;
e. berstatus menikah paling singkat 5 (lima) tahun;
f. tidak merupakan pasangan sejenis;
g. tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak;
h. dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial;
i. memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang tua atau wali anak;
j. membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak;
k. adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat;
l. telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 (enam) bulan, sejak izin pengasuhan diberikan; dan
m. memperoleh izin Menteri dan/atau kepala instansi sosial.



BAB III
SIMPULAN

Pengangkatan anak menurut adat yaitu masuknya anak angkat kedalam keluarga orangtua yang mengangkatnya, dan terputusnya hubungan keluarga dengan keluarga atau orangtua kandung anak angkat. Hukum Islam tidak mengenal lembaga adopsi, karena menurut pendapat orang Islam keturunan itu tidak bisa diganti. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) tidak ditemukan suatu ketentuan yang mengatur masalah adopsi atau anak angkat. BW hanya mengatur tentang pengkuan anak diluar kawin.
Pengangkatan anak yang dimaksud dalam PP Nomor 54 Tahun 2007 adalah bertujuan untuk kepentingan terbaik bagi anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak dan perlindungan anak, yang dilaksanakan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orangtua kandungnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar